WISATA ADAT DAN BUDAYA DI
KABUPATEN BANGKA
Upacara Adat Rebo Kasan
Upacara Adat Rebo
Kasan adalah salah satu ritual masyarakat Melayu pesisir pantai
di Kabupaten Bangka yang akulturasi dari nilai-nilai religius, mitos, dan
legenda nenek moyang. Inti Upacara Rebo Kasan adalah Ritual Tolak Bala
(musibah) sekaligus harapan para nelayan agar hasil tangkapannya
melimpah. Masyarakat percaya bahwa pada hari Rabu di akhir bulan Shafar,
Tuhan menurunkan bencana sejak terbit fajar hingga terbenam matahari
sebanyak 32.000 bencana baik besar maupun kecil. Sehingga pada hari itu,
manusia dianjurkan untuk melakukan doa bersama yang kemudian dilanjutkan
dengan pencabutan ketupat lepas, sebagai tanda sudah
dicabutnya bencana yang akan menimpa masyarakat.
Prosesi ritual
ini diawali dengan pencelupan air wafaq (air minum yang
sudah diberi doa) oleh tokoh masyarakat sebagai simbol untuk menghalau
bencana yang akan datang. Setelah itu doa tolak bala dikumandangkan, yang
dilanjutkan dengan inti ritual yakni pencabutan ketupat lepas yang dibuat
oleh orang tertentu. Ketupat yang digunakan terbuat dari anyaman daun
kelapa yang menyisakan dua ujung daun untuk dicabut sampai lepas,
sehingga dua helai daun kelapa kembali seperti sebelum dianyam. Bentuk
ketupat ini berbeda dengan ketupat biasa. Bila ketupat biasa berbentuk
bulat, ketupat lepas berbentuk panjang. Acara ritual
diakhiri dengan makan bersama di dalam masjid dari dulang (seperti nampan atau baki)
yang dibawa oleh masing-masing warga. Dulang itu berisi:
ketupat lengkap dengan lauk pauknya, lepet, dan buah-buahan.
Seiring
perkembangan zaman, proses upacara ini mengalami perubahan dalam
pelaksanaannya. Pada awalnya, dua helai daun kelapa yang dicabut dari
ketupat itu dihanyutkan ke laut yang bermakna bahwa bencana yang
disimbolkan dengan dua helai daun kelapa telah dibuang ke laut. Sekarang,
pencabutan tersebut sudah menandakan tercabutnya bencana dari kehidupan
masyarakat. Jika dulu, Ritual Rebo Kasan dilakukan di Pantai Batu Karang
Mas (sekitar 1 km dari Desa Air Anyer), sekarang semua prosesi ritual
dilakukan dan dipusatkan di Masjid Desa Air Anyer. Dalam
proses ritual masih dibacakan mantra-mantra dan dilanjutkan dengan
pembacaan doa-doa Islam.
Keunikan
upacara ini adalah peserta ritualnya yang semuanya menggunakan jubah putih,
kecuali tokoh agama (Islam) yang menggunakan jubah putih dan surban,
dan aparat pemerintah yang menggunakan seragam dinas.
Ritual Rebo
Kasan dilaksanakan di Desa Air Anyer, Kecamatan Merawang, Kabupaten
Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Upacara ini dilaksanakan pada
setiap hari Rabu terakhir dalam bulan Shafar.
Tradisi
Nganggung Sepintu Sedulang
Nganggung
Sepintu Sedulang, merupakan tradisi gotong royong masyarakat dengan membawa
atau meng-anggung makanan yang diletakkan dalam dulang dan ditutup dengan
tudung saji, yaitu tutup dulang yang terbuat dari daun mengkuang atau pandan
hutan.
Biasanya tiap satu pintu rumah atau tiap keluarga menganggung satu
dulang, isi dari dulang ini cukup beraneka ragam, seperti lauk pauk, kue, dan
makanan khas lainnya. Jika pada hari raya keagamaan, seperti Idul Fitri, Idul
Adha atau Nisfu Sya'ban terdapat makanan yang selalu disiapkan dalam anggungan
ini biasanya berisi opor ayam beserta nasi, daging sapi, ketupat, lepet dan
lain sebagainya.
Kegiatan nganggung biasanya dilaksanakan di masjid atau di
balai desa. Dan kegiatan ini menjadi tradisi masyarakat Bangka Belitung yang
secara turun temurun terpelihara
Tradisi Mandi
Belimau (Upacara menyambut Bulan Ramadhan Masyarakat Bangka Belitung)
Bagi umat Islam, bulan
Ramadhan merupakan bulan yang spesial. Pada bulan ini Allah menjanjikan pahala
yang berlipat-lipat dan pengampunan yang tidak terbatas kepada semua
mahluk-Nya. Oleh karena itu, sebagian kaum Muslim melakukan persiapan-persiapan
khusus untuk menyambut datangnya bulan ini, seperti halnya masyarakat Desa Jada
Bahri dan Desa Kimak, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka Provinsi Bangka
Belitung yang menyelenggarakan upacara Mandi Belimau (Berlimau).
Bagi masyarakat di daerah
ini, Ramadhan merupakan bulan dimana mereka harus bertaubat sekaligus berharap
keselamatan dan berkah. Salah satu cara yang dilakukan adalah membersihkan diri
sebelum memasuki bulan suci Ramadhan dengan menyelenggarakan upacara adat Mandi
Belimau di pinggir sungai Limbung. Mereka meyakini bahwa dengan mengadakan
upacara ini, ibadah puasa akan berjalan lancar dan segala yang diinginkan bisa
tercapai. Secara khusus, tujuan upacara ini adalah: pertama, mencari
keinginan-keinginan. Pencarian ini terdiri dari: keinginan untuk
mendekatkan diri kepada Allah (dzikir), keinginan untuk dekat dengan Nabi
Muhammad (Sholawat, Sunah), keinginan malaikat (Tahmid, Takbir, Tasbih), dan
keinginan manusia (do‘a terkabul). Kedua, meningkatkan perbuatan Mandi
Taubat serta Sembahyang Sunat Taubat. Ketiga, meningkatkan perbuatan
amal ibadah fardhu dan sunat, dan meningkatkan ibadah silatuhrahim.
Namun ada juga sebagian masyarakat yang mengikuti upacara ini karena
mengharapkan kekayaan, kepandaian, hingga jodoh.
Tradisi Mandi Belimau
merupakan ritual turun-temurun masyarakat Desa Jada Bahri dan Desa Kimak yang
telah ada kurang lebih 300 tahun yang lalu. Konon, menurut kepercayaan
masyarakat di daerah ini, tradisi ini diperkenalkan pertama kali oleh Depati Bahrein,
seorang bangsawan keturunan Kerajaan Mataram, Yogyakarta yang melarikan diri
bersama pasukan pengawalnya ke Pulau Bangka sekitar tahun 1700 dari kejaran
pasukan Belanda. Pada saat dikejar-kejar itulah, Depati Bahrein melakukan
ritual mandi pertaubatan.
Dalam perkembangannya,
pemerintah daerah Kabupaten Bangka mengemas ritual Mandi Belimau menjadi
bagian dari paket wisata daerah. Ritual ini kemudian berkembang dan tidak lagi
menjadi sekedar perayaan upacara eksklusif masyarakat Desa Jada Bahri dan Desa
Kimak tetapi juga oleh segenap lapisan masyarakat Kabupaten Bangka, mulai dari
pejabat pemerintah hingga rakyat biasa. Jadilah, ritual Mandi Belimau
pada satu sisi merupakan ritual yang bernuansa sakral dan menjadi potret
kebersamaan yang dibingkai adat istiadat yang tidak lekang dimakan waktu, dan
pada sisi yang lain menjadi tontonan. Kondisi ini, jika tidak disikapi secara
arif dan bijaksana, maka nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ini akan
tereduksi menjadi sekedar seremonial budaya belaka.
Upacara Mandi Belimau diadakan sekali dalam setahun, yaitu pada
akhir bulan Sya‘ban atau seminggu sebelum bulan Ramadhan. Tempat pelaksanaan
upacara ini adalah di tepi sungai Limbung, Dusun Limbung, Desa Jada Bahrein,
Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka.
Sebagai sebuah ritual
yang mengandung nilai-nilai sakral dan telah dilakukan secara turun-temurun,
maka upacara ini membutuhkan peralatan dan bahan-bahan khusus. Bahan-bahan dan
peralatan-peralatan merupakan prasyarat sempurna tidaknya pelaksanaan upacara.
Oleh karena itu, jika peralatan atau bahan-bahannya tidak sesuai, maka tujuan
dari upacara ini tidak akan tercapai.
Selain penggunaan
bahan-bahan dan peralatan khusus, hal lain yang menentukan sempurna tidaknya
upacara ini adalah tata laksananya. Sehari sebelum pelaksanaan upacara,
persiapan-persiapan dilakukan agar pelaksanaan upacara berjalan dengan
sempurna, misalnya menancapkan kain lima warna di lokasi pelaksanaan upacara,
yaitu di tepi sungai Limbung.
Kemudian pemimpin upacara
dengan didampingi lima laki-laki dengan mengenakan kain hijau, merah, kuning,
hitam dan kelabu membaca doa dan memantrai air ramuan yang ada dalam kendi.
Setelah itu, air ramuan tersebut disiramkan kepada warga. Acara
pemandian dimulai dengan membasahi telapak tangan kanan dan dilanjutkan dengan
tangan kiri. Jika dalam upacara ini hadir pejabat penting, maka para pejabat
tersebut dimandikan terlebih dahulu. Kemudian
dilanjutkan dengan membasuh kaki kanan lalu kaki kiri. Setelah
itu membasahi ubun-ubun. Kemudian
dilanjutkan dengan membasahi seluruh anggota badan.Setelah
semua peserta upacara selesai mandi, kemudian dipentaskan tarian Nampi, yaitu
sebuah tarian khas masyarakat Bangka yang melambangkan rutinitas
pekerjaan wanita menampik bera.sSetelah itu dilanjutkan
dengan pelaksanaan
tradisi adat Sepintu Sedulang (Nganggung), yaitu membawa makanan
secara bergotong-royong ke suatu tempat, biasanya di Masjid Dusun Limbung,
untuk dinikmati bersama-sama. Dengan
selesainya acara Sepintu Sedulang, maka pelaksanaan upacara ini juga
selesai.
Sumber: http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2015/mandi-belimau
0 komentar:
Posting Komentar